
Berminat pada suatu pekerjaan seringkali bermula dari apa dan berapanya. Kemudian belajar untuk memahami bagaimana pekerjaannya. Diakhiri dengan hal terpenting yakni mengapa kita mau dan harus melakukannya (dengan sungguh-sungguh).
Seperti halnya menjadi petugas Sensus Ekonomi 2016 ini. Mungkin awalnya kebanyakan dari kita tergiur dengan nominal bayaran. Kemudian tertantang karena pekerjaannya yang butuh perjuangan. Pada akhirnya, kita semakin memahami besarnya peranan.
Semakin kita memahami tujuan, semakin kuat kemauan hati untuk menuntaskannya dengan baik dan semakin ikhlas raga dalam mengerjakannya. Bukan begitu?
Menjadi petugas SE2016 lebih dari sekedar mendatangi penduduk sesuai wilayah kerja dari rumah ke rumah (door-to-door) untuk didata lalu mencatat jawaban responden sesuai butir pertanyaan pada kuesioner kemudian menghimpunnya. Pengalaman pertama menjadi petugas sensus ini mengajarkan saya bahwa esensi dari kegiatan listing yang sesungguhnya adalah see the unseen, hear the unheard, and touch the untouched.
Sensus Ekonomi adalah agenda rutin Badan Pusat Statistik yang
dilaksanakan 10 tahun sekali. Tahun ini, SE diadakan pada 1-31 Mei 2016. 349 petugas
terpilih dari lebih 1000 pelamar di Kab, OKU. Saya terpilih menjadi 1 dari 90 PML
(Pemeriksa Lapangan) terpilih bersama 259 PCL (Pencacah Lapangan). 1 PML
bertanggung jawab atas 3 PCL.
Sebagian besar orang menganggap betapa mudahnya menjadi PML.
Pekerjaannya tidak sulit –mengawas dan memeriksa pekerjaan PCL— tetapi bayarannya
lebih besar. Anggapan ini memang tak terelakkan. Kasi Sosial BPS Kab. OKU,
selaku Instruktur Daerah/Pendamping Pelatihan menerangkan bahwa tugas PML yakni
mendampingi ke lapangan guna memastikan apakah PCL bekerja sesuai prosedur
kemudian memeriksa hasilnya. Ketika PCL menemukan kendala, PML ambil peran
untuk menyelesaikannya atau mendiskusikan dengan Korlap (Koordinator Lapangan).
Hal ini pun dijabarkan di Buku Pedoman. Lain halnya dengan yang saya lakukan. Saya
justru mendatangi rumah tangga dan perusahaan satu per satu, mewawancarai responden,
menempelkan stiker, dan menulis jawaban responden pada lembar L1 dan L2 layaknya
PCL dari awal hingga akhir pelaksanaan.
Rasa penasaran sangat membuncah karena
saat itu adalah pengalaman pertama menjadi petugas sensus. Panduan menjadi PML menggurat
di kepala, namun tugas PCL rasanya lebih menarik. Berbekal rasa penasaran dan kemauan
diri, saya menyatakan pada teman-teman setim untuk turut ke lapangan dan berbagi
tugas pencacahan.
Bekerja dalam tim artinya
mengerahkan tenaga, waktu, dan pikiran untuk mencapai tujuan bersama kendatipun
masing-masing telah didelegasikan tugas khusus. Tak ada istilah atasan dan
bawahan. Pernah saya bertemu teman sesama PML yang berkata “Nunggu anak buah
selesai nyacah.” ketika saya tanyakan bagaimana progres tim mereka di minggu
pertama. Jika saya pun berlaku demikian, berarti saya tak berhak menyandang
gelar “pahlawan statistik”.
Di samping itu, menjadi pencacah
lapangan berarti bertemu langsung dengan warga. Saya sangat antusias bertemu
orang-orang baru dan mendengar langsung dari mereka. Lebih dari 100 rumah
tangga yang saya datangi untuk didata. Warga yang saya temui membuat saya
melihat lebih jauh, mendengar lebih banyak, dan mengerti lebih dalam harus ada
telinga yang siap mendengar, kaki yang siap melangkah, dan tangan yang siap
mengulur.
Kehidupan mereka bergantung pada hasil jual kue keliling,
jadi tukang becak atau supir angkutan, industri rumahan, juru parkir, “menganakkan”
uang (rentenir), dll. Dari bermacam latar belakang tersebut, ada satu kesamaan
pada mereka yakni harapan besar pada pemerintah dan cendekiawan. Ketidaktahuan
tentang SE menimbulkan pengharapan bagi mereka. Mereka mengira ini adalah
pendataan untuk menerima bantuan. Apalagi informasi yang kami butuhkan untuk
mengisi L2 mencakup tahun berdirinya usaha, pengeluaran dan pemasukan, jumlah
tenaga kerja, dll.
Tak hanya mengambil tanggung jawab lebih dan mendengar
langsung dari warga, bertugas sebagai pencacah lapangan saya yakini akan
menimbulkan kepuasan hati. Saya bergumam bukankah itulah yang seharusnya dicapai
dalam melakukan suatu pekerjaan? Kepuasan hati akan menumbuhkan keikhlasan
dalam bergerak dan menghilangkan
kekhawatiran.
Sungguh hal tersebt mempengaruhi keberhasilan kegiatan sensus dan keakuratan data yang diperoleh. Sementara, apabila PML hanya mendengar keluhan dari PCL (atau menunggu hasil), bukan tidak mungkin terjadi miskomunikasi atau bahkan sulitnya menemui jalan keluar. Turut andil langsung di lapangan membuat saya paham gambaran masalah yang sesungguhnya, misalnya penolakan dan pengabaian oleh warga serta responden dan perangkat desa yang kurang kooperatif.
Tak jarang ditemui warga yang sangat antusias menyambut, berceritera tentang kehidupan mereka, menyampaikan keluh kesah, hingga menaruh harapan bahwa kami perantara untuk memberi bantuan. Kendatipun di balik itu semua, tak dipungkiri kami juga mengalami penolakan, pengabaian, pemberian jawaban yang sekenanya, teriknya sang surya dan derasnya hujan, hingga anggapan tentang atribut kami yang layaknya tukang ojek atau peminta sumbangan. Tak lupa pula adanya kekeliruan diri dalam penulisan pada dokumen.
Satu pesan yang selalu saya ingat dari Pak Mukti Riadi (Instruktur Daerah/Pendamping Pembelajaran selama Pelatihan SE2016 OKU) bahwa kita mesti menanamkan sense of pride dalam melakukan pekerjaan, terlebih tugas negara seperti halnya SE ini. Bekerja untuk berkontribusi. Berkarya dengan data,
Yes, I am happy and proud to be a part of SE2016! :)
0 comments:
Post a Comment